Atoin Meto

DJOVANKA NAZARENO * NEKAF MESE ANSAOF MESE * DJOVANKA NAZARENO * ATOIN METO AWAY FROM VIOLENCE

TERINSPIRASI PEMBERITAAN MENGENAI ASNAT BELL

TERINSPIRASI PEMBERITAAN MENGENAI ASNAT BELL (Seorang Guru Yang Hanya Dihargai Dengan Rp.277 Per Jam) (Oleh: Atouein Meto) Sebenarnya saya berada dalam posisi dilematis ketika meramu tulisan ini, karena ketika saya memposting tulisan ini, saya sekaligus mengaktuskan apa yang tidak saya kehendaki dalam tulisan ini. Haryatmoko dalam tulisannya: Petaka Hipermodernisme (Majalah Basis: Edisi Mei-Juni 2009) mengutip peryataan Jean Baudrillard dalam Bukunya: La Societe de Consommation bahwa Gambar merupakan kenikmatan yang diantisipasi. Jean Baudrillard kemudian menjelaskan bahwa sangat masuk akal ketika kejadian atau peristiwa dihadirkan melalui gambar atau berita, harus dipresentasikan secara sensasional. Ketika informasi diaktualisasikan berarti didramatisasi dengan cara yang spektakuler. Dengan cara ini kejadian sesungguhnya justru sekaligus dibuat tidak aktual karena model komunikasi berlebihan seperti itu dan karena komunikasi dipermiskin hanya menjadi tanda semata. Padahal yang mau ditekankan adalah realitas, kebenaran dan objektifitas. Untuk menjawab tuntutan itu, dimana-mana dikatakan reportase langsung, kesaksian langsung, adegan kejadian yang sesungguhnya, berita pokok. Semua digambarkan secara langsung atau dalam keadaan hidup. Semua itu bagai suatu keajaiban karena kebenaran kejadian ternyata dapat dilihat, ditelevisikan atau direkam. Namun justru berarti bahwa “saya tidak ada ditempat kejadian itu”. Maka sangat perlu menjadi sentimental dengan “ada ditempat kejadian tanpa harus ada disana”. Dengan demikian hasrat untuk berada dalam peristiwa cukup diwujudkan dalam bentuk tanda/gambar. Apa yang dikonsumsi akhirnya adalah tanda. Terkait pemberitaan mengenai Asnat Balle, seorang Guru Sekolah Dasar GMIT yang telah mengabdikan diri selama 10 tahun dengan gaji Rp. 50.00/bulan, tanpa disadari kita (saya dan saudara/i anggota group BiinmaffoNews@Yahoo.com / timornews@yahoogroups.com) dibiasakan manja dengan berada dibawah perlindungan tanda. Tanda yang menjadi bentuk penyangkalan kita terhadap yang real. Lalu tanda tersebut kemudian membawa rasa aman. Kita tidak lagi dituntut untuk bereaksi, kita tidak diminta untuk menunjukkan tanggungjawab kita. Kita bisa terharu, sedih atau sakit menghadapi suatu musibah yang ditayangkan tanpa harus selalu diikuti suatu bentuk konkret, bela rasa atau pertanggungjawaban. Saya salut dengan saudara kita Sigianus Giran Bere (Giran Bere) Kontributor Kompas.com yang pada beberapa waktu lalu mengangkat realita kehidupan seorang tua penjaja buah saboak di Kefamnanu. http://regional.kompas.com/read/2012/10/30/17315962/Kakek.Ini.Jual.Saboak.demi.Sekilogram.Beras Emmanuel Levinas, dalam Filsafat Wajahnya (Mata Kuliah Pilihan: Felix Baghi., Drs.Lic) menjelaskan bahwa wajah menyapa dan mengundang simpati, bela rasa, kekaguman. Ia mengusik perhatian dan permenungan. Wajah tidak membiarkan orang bisa lepas bebas tanpa bereaksi. Orang ditatapkan pada penampakan yang mengusik sehingga harus bersikap. Ketika melakukan “investigasi” seorang Giran Bere pasti merasa tersentuh ketika melihat wajah. Wajah seorang tua renta yang saban hari mengelilingi KOTA SARI (yang tidak pernah sari) menjajakan buah saboak untuk membiayai hidupnya yang sebatang kara. Realita kehidupan penjaja saboak dan penampakan wajah tua renta mengusik tanggungjawabnya. Namun Giran sadar bahwa komunikasi masa sangat riskan menghambat orang untuk berbela rasa. Pola yang dominan dalam komunikasi masa ialah ingin membatasi, menguasai atau mendefenisikan obyek. Oleh karena itu Giran tidak membatasi komunikasi pembacanya hanya pada aktus menikmati tanda. Tetapi mengajak para pembacanya untuk memahami penderitaan pria tua renta dengan membangun kedekatan. (Lihat beritanya di sini: http://regional.kompas.com/read/2012/11/22/15523834/Kakek.Jual.Saboak.Orang.Jakarta.Baik-baik.Ya.) Kembali ke Asnat Bell. Tanda dan gambar sebenarnya memberi jeda waktu kepada kita. Dengan cara ini kita masih memiliki kesempatan untuk memilih prioritas atau menghindari. Memilih untuk mengaktuskan “penampakan wajah”-nya Emanuel Levinas seperti yang dilakukan saudara kita Giran.?? atau hanya terdorong untuk mengonsumsi tanda yang hanya merupakan representasi yang real dan antisipasi kenikmatan-nya Jean Baudrillard…??
READMORE
 

Baku Fight

READMORE
 

Generasi Trial

READMORE
 

SAN ANTONIO BAND FESTIVAL KEFAMENANU

READMORE
 

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Recent

Firefly Pointer 2

Windows Live Messenger

diooda